Tembang Macapat Sinom
Sinom
Saklangkong loros bungkana
Pappa bi’ tolop dha’ andhi’
Dhauna bi’ topeng padha
Buwa bannya’ raja kene’
Dha’ bungka padha nyelpe’
Ta’ asa pesa apolong
Se ngodha biru barnana
Ding towa oba koneng
Mon buwa eporrak, bigi katon kabbi
( Sastrodiwirjo)
(Pohonnya
sangat lurus, pelepah dan ranting tidak punya, daunnya bisa dipakai
payung, buahnya banyak besar dan kecil, bersatu melekat pada pohonnya,
bersatu tidak terpisah, yang muda biru warnanya, bila tua berubah warna
kuning, kalau buah sudah dibelah, biji baru kelihatan).
Mon ta’ rokon sataretan,
Pedjer apadu ban are’
Ontong tada’ rogi bada
Oreng towa lake’ bine’
Tlebet sossa mekkere
Daddina saaherrepon
Ta’ burung salbut salsal
San bada se klero diddi
Pon ta’ ngabbru atjaggik napso e lombar
(Asmoro, 1950: 18)
(Kalau
tidak rukun se-saudara, pastilah bertengkar setiap hari, untung tidak
rugi pasti, orang tua laki dan perempuan, sangat susah memikirkan,
bagaimana akhirnya, paling tidak rusak berserakan, kalau ada yang salah
mintalah maaf. Kalau tidak minta maaf, bertengkar dengan nafsu membara).
Tembang
Sinom ini biasanya dipakai untuk mengungkapkan ha-hal yang bersifat
romantis, baik dalam hubungannya dengan kisah percintaan ataupun
hubungan antar sesama manusia. Di samping itu, bait-bait dalam tembang
ini menyiratkan tentang kemampuan membangun hubungan yang harmonis dan
romantis antar sesama manusia sebagai makhluk sosial. Apabila hubungan
baik telah terbangun dan terjalin, maka akan terbentuk tatanan sosial
yang mapan. Saling menghargai, saling tolong menolong dan bersama-sama
menjaga kerukunan.
Manusia merupakan
makhluk yang senantiasa lalai dan berbuat kesalahan. Oleh sebab itu
pintu maaf harus senantiasa terbuka. Apalagi hidup dalam suatu
masyarakat yang homogen, berbagai karakter berbaur, berbagai kepentingan
saling mendahului. Maka setiap manusia hendaknya membekali diri dengan
sikap toleransi dan tenggang rasa yang tinggi, mempunyai kebijaksanaan
dalam bergaul sehingga tercipta kedamaian yang hakiki untuk mencapai
kebahagiaan lahir maup
Menuntut ilmu
agama dan mewariskan kepada generasi penerus merupakan kewajiban utama.
Dengan berbekal ilmu agama, manusia mampu membentengi diri dari sifat
iri, dengki dan tamak serta mampu berbuat jujur baik pada diri sendiri,
orang lain serta terhadap Tuhan-Nya. Di sisi lain, tembang ini
mengingatkan agar manusia senantiasa berada dalam lintasan lurus, yaitu
dengan cara menjalankan semua perintah-Nya, serta menjauhi semua
larangan-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar