Minggu, 11 Januari 2015

Tembang Macapat Sinom

Tembang Macapat Sinom



Sinom
Saklangkong loros bungkana
Pappa bi’ tolop dha’ andhi’
Dhauna bi’ topeng padha
Buwa bannya’ raja kene’
Dha’ bungka padha nyelpe’
Ta’ asa pesa apolong
Se ngodha biru barnana
Ding towa oba koneng
Mon buwa eporrak, bigi katon kabbi
( Sastrodiwirjo)
(Pohonnya sangat lurus, pelepah dan ranting tidak punya, daunnya bisa dipakai payung, buahnya banyak besar dan kecil, bersatu melekat pada pohonnya, bersatu tidak terpisah, yang muda biru warnanya, bila tua berubah warna kuning, kalau buah sudah dibelah, biji baru kelihatan).
Mon ta’ rokon sataretan,
Pedjer apadu ban are’
Ontong tada’ rogi bada
Oreng towa lake’ bine’
Tlebet sossa mekkere
Daddina saaherrepon
Ta’ burung salbut salsal
San bada se klero diddi
Pon ta’ ngabbru atjaggik napso e lombar
(Asmoro, 1950: 18)
(Kalau tidak rukun se-saudara, pastilah bertengkar setiap hari, untung tidak rugi pasti, orang tua laki dan perempuan, sangat susah memikirkan, bagaimana akhirnya, paling tidak rusak berserakan, kalau ada yang salah mintalah maaf. Kalau tidak minta maaf, bertengkar dengan nafsu membara).
Tembang Sinom ini biasanya dipakai untuk mengungkapkan ha-hal yang bersifat romantis, baik dalam hubungannya dengan kisah percintaan ataupun hubungan antar sesama manusia. Di samping itu, bait-bait dalam tembang ini menyiratkan tentang kemampuan membangun hubungan yang harmonis dan romantis antar sesama manusia sebagai makhluk sosial. Apabila hubungan baik telah terbangun dan terjalin,  maka akan terbentuk tatanan  sosial yang mapan. Saling menghargai, saling tolong menolong dan bersama-sama menjaga kerukunan.
Manusia merupakan makhluk yang senantiasa lalai dan berbuat kesalahan. Oleh sebab itu pintu maaf harus senantiasa terbuka. Apalagi hidup dalam suatu masyarakat yang homogen, berbagai karakter berbaur, berbagai kepentingan saling mendahului. Maka setiap manusia hendaknya membekali diri dengan sikap toleransi dan tenggang rasa yang tinggi, mempunyai kebijaksanaan dalam bergaul sehingga tercipta kedamaian yang hakiki untuk mencapai kebahagiaan lahir maup
Menuntut ilmu agama dan mewariskan kepada generasi penerus merupakan kewajiban utama. Dengan berbekal ilmu agama, manusia mampu membentengi diri dari sifat iri, dengki dan tamak serta mampu berbuat jujur baik pada diri sendiri, orang lain serta terhadap Tuhan-Nya. Di sisi lain, tembang ini mengingatkan agar manusia senantiasa berada dalam lintasan lurus, yaitu dengan cara menjalankan semua perintah-Nya, serta menjauhi semua larangan-Nya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting