Tembang Macapat Mijil
Mijil
Tapa tedhung ka dhaja alowe,
Biridda emaos,
Atena sorat Yasin se dhingen.
Paparengnga ma’ keyae,
Enggi ebaca bajengnge,
Pon ta’ poron ambu
Sakeng rajana terro dha’ pottre,
Nyegga’ nase’ juko’,
Pon ta’ tedhung salanjangnga are,
Asena brang tadha’ pottre raddin,
Dha’ Allah amoji,
Nyo’on duli kabbul.
Kacator se atapa pon abit,
Badanna pon geddur,
Ta’ aguliyan sakale-kale.
Matang-matang enga’ oreng mate,
Ta’ kowat akebbi’,
Gun nyaba akelbu’……
(Asmoro, 1930…)
Terjemahannya sebagai berikut :
(Tapa
tidur ke paling utara, wiridnya dibaca, hatinya surat Yasin yang dulu
diberi Ulama, sudah dibaca dengan rajin, dan tidak mau berhenti. Karena
besarnya keinginan ke putri, makan nasi ikan, sudah tidak tidur
sehari-semalam, hampa tanpa rasa putri cantik, kepada Allah memuji minta
dikabulkan. Sudah berjalan tapanya sudah lama, tubuhnya lemas tanpa
urat, tidak ada gerak sedikit pun, kelihatan sudah seperti orang mati,
tidak kuat menahan, Cuma nafas yang kelihatan).
Mijil
Langnge’ biru bintang tep ngarettep
Sabenne mancorong
Bulan bunter tjahya pote koneng
Tera’ ngantar ampon sasat are
Neng panas ta’andi’
Gneko bidha epon
Terjemahannya sebagai berikut :
(
Langit biru bintang bertebaran sinarnya, Sinarnya menyilaukan, Bulan
bulat cahaya keemasan. Terang bulan karena hari suah senja, Panas tidak
ada, Itu perbedaannya).
Manusia
merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT. Begitu
besar kasih sayang Allah kepada makhluk yang bernama manusia, sehingga
seluruh alam raya yang diciptakan hanya untuk kemaslahatan umat manusia.
Namun banyak sekali manusia yang lupa bersyukur akan kebesaran kasih
sayang Allah SWT. Alunan syair tembang Medjil mengingatkan, supaya
manusia tidak melupakan nikmat yang diterimanya. Manusia diajak untuk
menggunakan kepekaan batin sekaligus rasionya untuk memikirkan kebesaran
alam semesta. Dengan begitu manusia dapat menarik sebuah kesimpulan,
bahwa Sang Maha Pencipta, Allah Ajja wa Jalla merupakan muara akhir
dari perjalanan hidup manusia.
Dalam
syair-syairnya tembang Medjil mengisyaratkan sebuah pesan tersirat,
bahwa dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmani
maupun rohani manusia tidak mampu bersandar pada kemampuan diri semata.
Ada sebuah Zat yang senantiasa memberi pertolongan, perlindungan
sekaligus memberikan rahmat dan karunia. Di samping itu manusia
senantiasa diingatkan pada sebuah kesadaran yang hakiki, bahwa Sang Maha
Pencipta adalah tempat memohon, tempat bersandar, tempat meminta,
tempat berpasrah diri, tempat berharap dan merangkumkan doa-doa sebagai
pengakuan diri sebagai makhluk yang dhoif dan lemah.
0 komentar:
Posting Komentar