Pucung
Pon angongngong pa’na Putjung
Dja’ onengga ngotja’
Lora tore rassa’agin
Kasennengan tebbasa mlarat sampeyan
(Asmoro, 1950:21)
Terjemahannya sebagai berikut :
(Sudah
terdengar ceritanya bapak Putjung, jika saja bisa mengutarakan, coba
rasakan kesulitannya, kesenangan terbayar dengan kemiskinan-mu)
Tembang
ini mempunyai watak sembrana parikena (sembarangan), biasanya dipakai
untuk menceritakan hal-hal yang ringan, jenaka atau teka-teki. Adapun
tataran yang lebih luas, isi dari tembang Pucung memberikan
penggambaran hubungan yang sangat harmonis dan serasi antara sesama
manusia sebagai makhluk Tuhan. Apakah manusia itu mempunyai kedudukan
dan status tinggi dalam masyarakat, ataupun manusia itu hanya sebagai
hamba sahaya. Tembang ini mengingatkan kepada manusia, terutama kepada
para penguasa, para majikan, para juragan, para atasan agar tidak
berbuat sewenang-wenang.
Tembang
Pucung menggambarkan hubungan antara pemberi perintah dan penerima
perintah. Walaupun berada dalam posisi yang lebih tinggi, kaya dan
mapan, manusia dihimbau agar tidak silau dan berbuat tidak adil kepada
para pelayan, bawahan, hamba sahaya. Karena para bawahan, pembantu
mempunyai andil yang sangat besar bagi kesuksesan yang di raih. Hal itu
sebagai suatu bukti, bahwa manusia membutuhkan orang lain, manusia
memiliki ketergantungan yang sangat tinggi sebagai makhluk individu
maupun makhluk sosial.
Tembang ini mengungkapkan tentang nasehat kepada sesama
manusia, dalam menjalin hubungan dengan sesama untuk lebih mementingkan
rasa rendah hati dan tenggang rasa yang tinggi. Seseorang yang
mempunyai status dan kedudukan lebih tinggi, dihimbau memperlakukan
bawahan untuk lebih bersikap manusiawi.
0 komentar:
Posting Komentar