Tembang Macapat Gambuh
Gambuh
Maneh-maneh welingku
Ngabektia maring rama ibu
Uga guru kabeh paring suluh becik
Kanggo nata urip besuk
Paring teken miwah obor
(Suwito, 1983:41)
(Sekali
lagi nasehatku, berbakti-lah terhadap bapak dan Ibu, juga guru sebab
semua memberi nasehat yang baik, untuk menjalani kehidupan kelak,
memberi tongkat dan cahaya).
Watak
dari tembang ini adalah memberi penjelasan, selain itu tembang Gambu
menyiratkan satu sisi tentang ketergantungan manusia kepada manusia
lain. Manusia memerlukan figur lain dalam membentuk kepribadian diri
yang baik dan mantap. Orang tua, guru, ulama merupakan sosok yang paling
ideal dan pas dala menanamkan proses menuju kemandirian dan
pendewasaan diri.
Tembang ini penuh
berisi petunjuk-petunjuk dan nasehat kepada generasi muda tentang
pentingnya menghormati serta menghargai orang lain, terutama kepada
orang yang lebih tua (baik orang tua/guru). Bentuk penghargaan dan
penghormatan dengan jalan meng-implementasikan dalam kehidupan
sehari-hari, semua ajaran, perintah dan petuah yang berkaitan dengan
proses menuju arah kebaikan.
Manusia
merupakan makhluk yang senantiasa lalai, oleh sebab itu tembang ini
mengingatkan supaya antar sesama manusia saling mengingatkan, saling
memberi nasehat dan saling memberi petunjuk, baik terhadap anggota
keluarga, sanak saudara atau pun orang lain. Hal itu dilakukan sebagai
kewajiban yang harus dilakukan sebagai hamba Allah sebagai bentuk
tanggung jawab moral terhadap sesama.
Pelantuman
tembang Mocopat biasanya diadakan oleh masyarakat pecinta seni
tradisional di pedesaan. Pementasan ini biasanya diadakan ketika sedang
melaksanakan hajatan, misal ; selamatan kandungan (pelet kandung),
Mamapar (potong gigi), sunatan, ritual rokat (ruwatan anak), pesta
perkawinan dan ketika memperingati hari-hari besar Islam. Durasi
pembacaan Macopat pun beragam, dari durasi pendek sekitar satu jam
sampai durasi panjang selama semalam suntuk. Acara ini biasanya
dilaksanakan pada malam hari.
Adapun
cerita yang dibawakan, tergantung dan disesuaikan kepada situasi dan
kondisi pelaksanaan hajatan. Terkadang setiap tembang dinyanyikan secara
terpisah, terkadang pula mengambil variasi dari berbagai tembang. Untuk
permainan semalam suntuk, dinyanyikan bermacam tembang, dari
masing-masing tembang dipilih dan disesuaikan dengan cerita yang
dibawakan. Biasanya untuk acara ritual rokat (ruwatan anak) menyajikan
cerita Pandawa atau Betarakala, untuk Mamapar (potong gigi) dibacakan
cerita Maljuna, cerita Nabbi Yusuf dibacakan pada acara selamatan
kandungan (pelet kandung). Sedangkan cerita Nabi Muhammad, dibacakan
ketika memperingati hari-hari besar Islam.
0 komentar:
Posting Komentar